Menjawab Rasa Penasaran Jadi Budak Unicorn🦄

Ervina Lutfi
4 min readFeb 11, 2022

--

source: unsplash.com

Sebagai seorang profesional pengguna LinkedIn, hampir tiap hari aku menerima message dari rekruter yang menawarkan macam-macam opportunity. Ada yang to the point menawarkan posisi dan nama perusahaannya, ada yang pakai gimmick dengan series blablabla company atau x-backup company lalala — seriously recruiter, this is not interesting at all. Tapi hari itu seorang rekruter mengirimiku pesan cukup jelas, singkat: opportunity to work in Bukalapak.

Aku udah menjalani bertahun-tahun pekerjaan di bidang B2B marketing. Ketika ada opportunity datang dari e-commerce (atau mungkin all-commerce) yang punya kesempatan untuk explore baik B2B maupun B2C, tentu ini kesempatan baik.

Singkat cerita dengan proses rekrutmen yang mulus aku pindah ke sana.

Tribe yang Mengubah Segalanya

Hal pertama yang aku rasakan di Bukalapak adalah tidak ada egoisme fungsional — paling nggak itu yang kurasakan as marketer. Selama ini aku selalu kerja di suatu tim yang sales dan marketingnya ‘susah’ akur. Tapi di sini kita bener-bener paham ‘porsi’ masing-masing dan kenapa kita harus selalu rukun, synchronized, dan saling bantu satu sama lain.

Kami bekerja di bawah satu tim yang kami sebut sebagai ‘tribe’ yang di dalamnya ada orang bisnis/sales, marketing, product, ops, hingga engineering. Sebagai PMM, kerjaan utamaku adalah managing marketing activity for this tribe. Itu artinya, usai menerima ‘mandat’ mengenai target-target bisnis apa yang akan kami capai di tribe, I’m responsible to design, plan, and execute sampai ke analisis dan giving recommendation untuk next plannya akan diapain.

Dalam bekerja tentu aja partner utamaku selain designer dan tim kreatif adalah business development team. Dan jujur baru di Bukalapak — setelah Qiscus, aku nemuin BD dan marketing sekompak ini. Hehe.

Value Company yang Win-Win

Selama aku kerja sebagai marketer, aku pernah mengalami berbagai culture di perusahaan yang kayak roller coaster. Ada yang culturenya seru banget, ada yang hoamss😴 banget. Bukalapak, jujur dengan size yang segitu gede, bisa dibilang culturenya bagus.. banget.

Baru di sini aku realize value yang dimiliki company itu nggak cuma sekadar slogan atau materi branding, tapi emang jadi budaya di orang-orangnya. Dan yang lebih penting, value yang membudaya ini juga nggak berat sebelah — beneran win-win, baik ke sisi customer maupun kita sebagai karyawan.

Memenuhi Kemakmuran Duniawi

Aku sering denger mitos di orang-orang yang katanya kerja di korporat vs startup itu bedanya di benefitnya. Kerja korporat konon katanya gaji b-aja tapi benefitnya juara. Sebaliknya kerja di startup gaji bisa berkali-lipat dari korporat, tapi benefitnya b-aja. WKWK. Hal itu menurutku udah ga relevan, at least dari 2 company terakhirku ya. Gaji ya oke.. benefitnya juga juara.

Di Bukalapak, hal-hal kayak psikolog atau konsultan finansial disediakan oleh perusahaan. Tidak cuma itu, kantor juga punya program menarik kayak car ownership program (COP) ataupun house ownership program (HOP). Jadi bye-bye deh millennial homeless, this is the right time buat KPR wkwk.

Meski ngga pakai program HOP, dari pengalaman pribadiku, branding Bukalapak juga udah cukup trusted buat bank mau kasih pinjaman KPR. Dengan jadi karyawan di sini, ternyata mereka udah ga perlu survey ke kantor dan semacamnya. HR juga membantu dengan sangat baik urusan-urusan administrasi untuk karyawan bisa ngajuin KPR.

Kerjaan yang Super Chill

Bagi sebagian orang, kerjaan yang super chill mungkin jadi impian. Work-life balance kejaga, gaji ok, team menyenangkan. Tapi mungkin buatku personal, justru ini part yang agak minus. LOL.

Pasalnya aku baru umur 27 tahun ini dan cuma hidup berdua sama suami. Rasa-rasanya dengan kerjaan se-clear ini, aku jadi kurang challenge 😂

Jadi PMM di Bukalapak adalah pengalaman termenyenangkan as a worker, tapi sebagai learner, jujur ini kurang menantang. Mungkin karena sebelum-sebelumnya aku selalu masuk di kerjaan yang serba abu-abu — hiks. Jadi begitu di kantor yang semuanya berwarna merah, kuning, hijau, aku jadi merasa ada yang hilang — so pathetic.

But I think it would be good kalau aku adalah ibu bekerja yang masih mau punya karier atau semacamnya. Karena yaa itu tadi, di sini culture dan kerjaannya okay banget untuk kamu bisa sambil ngerjain hal-hal lain; memasak, mengurus rumah tangga, mengawasi tumbuh-kembang anak, punya side hustle, dsb.

Tulisan ini aku bikin dengan perasaan tulus dan sejujur-jujurnya, nggak melebih-lebihkan, nggak mengurang-ngurangkan. Ini juga sekaligus respons dari banyaknya orang yang talk about being budak ecommurz atau budak unicorn. Apakah seru? Apakah challenging? Apakah semenyeramkan itu?

Well, balik lagi yaa. Pengalaman setiap orang bisa beda. Bisa jadi aku begini karena ‘kebetulan’ masuk di tribe yang enak. Intinya sih menurutku kalau kamu penasaran dengan suatu kantor ya coba masuk aja biar ngerasain sendiri. WKWK.

--

--

Ervina Lutfi

In this writing, I delve into my inner thoughts and reflections.