PMM Lyfe #1: Start with Why
Disclaimer: tulisan ini tidak disertai riset ndakik-ndakik, tidak berdasarkan jurnal A atau mengutip riset B
Well, pertama-tama, saya harus bilang bahwa tulisan ini dibuat dalam rangka mempromosikan skill digital marketing dengan cuma-cuma. Terlepas dari masalah passion atau preferensi kerja hura-hura, barangkali yang bisa yakini dan sampaikan ke semua orang tentang digital marketing adalah skill ini insyallah menyelamatkan saya — dan mungkin kita semua.
Mengapa? Karena seapes-apesnya kita nggak bisa kerja di perusahaan, kita masih punya kesempatan untuk freelance meski minim bakat dan tools ndakik-ndakik kayak kalau kamu mau freelance sebagai ‘tukang gambar’ atau ‘tukang coding’ yang minimal banget harus punya bakat/laptop yang mumpuni.
Di momen pandemi seperti ini, saya ingin mempromosikan skill digital marketing sebagai skillset yang wajib dipelajari oleh siapapun, baik oleh kalian yang masih mahasiswa, jobseeker, udah worker tapi lagi gabut, atau siapa apa aja sih.
Buat saya, belajar adalah proses sepanjang jalan yang nggak ada matinya. Am I the expert? No, of course not. But I’m willing to share and coach you for free — seriously. Well I have a good job with enough salary alhamdulillah.
Digital Marketing adalah Ilmu Menguasai Tools
Seperti ketika kamu ingin bertani butuh sekop untuk mengolah lahan, seperti itulah cara kerja digital marketing — butuh alat, atau bahasa anak marketingnya tuh.. tools.
Digital marketing adalah ilmu menguasai tools. Jika kamu ingin belajar digital marketing, pertama-tama, kenali tools apa yang akan dipakai oleh si marketer untuk melakukan aktivitas marketingnya. Bagaimana caranya?
Mari kita mulai dengan pengenalan domain dalam digital marketing.
Disclaimer: ingat bahwa domain ini tidak diambil dari referensi ilmiah manapun, murni dari pembagian menurut best practice aja.
1.) Performance Marketing
Siapa pernah dengar kata SEM? Atau social media marketing? Atau paid marketing? Atau iklan YouTube? Atau iklan Google?
Ada banyak hal yang bisa dipelajari dalam domain performance marketing. Pada prinsipnya, performance marketing adalah segala effort yang dilakukan oleh marketing dengan burning some amount of money, untuk mendongkrak performance suatu produk — yang bisa diukur dari jumlah pembelian, download, engagement, dan lain-lain, secara lebih cepat/instant dengan fokus pada return on investment/return on ads spending. Susah ya dicerna?
Gini, intinya, di performance marketing, kita menggunakan sejumlah uang tertentu (budget) untuk mendapatkan nilai yang lebih, bisa dalam bentuk uang yang didapat, bisa juga dalam bentuk lain, yang yaa ujung-ujungnya dikonversiin ke uang juga. Misalnya, lead, download, view, dll.
Dalam performance marketing, marketer sangat tergantung pada dua platform iklan raksasa: Google dan Facebook. Jadi, kunci untuk menguasai performance marketing adalah menguasai Google Ads Platform dan Facebook Ads Platform.
2.) Content Marketing & SEO
Sedikit berbeda dengan prinsip di performance marketing, content marketing dan SEO mengandalkan proses yang nggak secara langsung berorientasi pada result value uang/ROI, tetapi dengan berinvestasi pada konten yang ‘mengubah’ behavior customers, membuat mereka lebih aware, lebih terikat pada merek/produk, sehingga pada akhirnya mereka melakukan purchase/buying/convert ke nilai-nilai lain yang yaaa ujung-ujungnya sih duit lagi, namanya juga marketing.
Karena modelnya lebih soft, tentu saja waktu yang dibutuhkan lebih panjang. Jadi, bisa dikatakan bahwa content marketing & SEO adalah sebuah investasi jangka panjang.
Seperti namanya, kunci dalam content marketing dan SEO adalah menguasai konten untuk optimisasi search engine. Meski keduanya bisa dibilang memiliki skillset yang berbeda, tetapi basic pemahaman konten yang sangat dibutuhkan untuk proses-proses seperti riset keyword customer, menulis artikel yang ‘banyak dicari’ oleh audiens, hingga membuat konten yang ‘engaging’ adalah kunci keberhasilannya.
Dalam SEO, perlu ada sedikit kemampuan teknis untuk optimisasi website on-page yang rada ‘tech’ gitu, tapi sih nggak usah khawatir, karena ya balik lagi, asal menguasai toolsnya, kamu masih bisa belajar.
Dalam content marketing dan SEO, ada beberapa platform populer yang biasa digunakan seperti Ahrefs, SEMrush, Screaming Frog, Yoast, Wordpress, dan masih banyak lagi.
3.) Inbound Marketing
Jika dua pilar di atas dapat dipahami, maka tahap strategis berikutnya adalah inbound marketing. Apa itu inbound marketing? Pada dasarnya inbound marketing adalah serangkaian proses yang dilakukan marketer untuk membuat calon customers itu dapat merasakan value/merasa memerlukan sebuah produk, sehingga mereka yang akan datang pada kita. Alih-alih menjual kepada calon customers, inbound marketing dimaksudkan untuk membuat customers yang datang ke kita.
Inbound terdiri dari banyak proses seperti yang tadi saya bilang, sehingga dalam prosesnya diperlukan proses untuk mengikat dan mengolah sehingga nanti dia akan melakukan purchase. Proses ini disebut juga dengan leads nurturing.
Dalam inbound marketing, ada beberapa tools yang populer seperti HubSpot, Salesforce, Mailchimp, dan lain-lain.
4.) Product Marketing/PMM
Well, domain terakhir yang nggak kalah penting dan recently menurut saya jadi populer aja karena namanya kedengeran bagus WKWK. Tapi sebenarnya apa sih product marketing? Apa bedanya sama product manager? Apa bedanya sama marketing manager?
Ok, secara garis besar product marketing atau PMM adalah.. marketer, tapi fokus ke produk. Lah, lalu apa bedanya sama marketing manager? Bedanya ya itu tadi, produk menjadi fokus utama dalam PMM, sementara marketing manager biasanya fokus ke hal yang lebih luas termasuk company branding, PR, dsb.
Sebenarnya, PMM kurang tepat sih jika dibilang sebagai domain dari digital marketing. Yang lebih tepat adalah PMM beririsan dengan digital marketing dalam tiga domain yang telah disebutkan di atas. PMM bertanggung jawab pada rilis, adopsi, dan pertumbuhan produk. PMM menentukan strategi ke market (channel), strategi komunikasi (content), hingga optimisasi untuk konversi dari audiens yang dihasilkan oleh proses performance, content, SEO, hingga nurturing. Ibaratnya, PMM adalah orkestrator dari pilar-pilar dalam digital marketing, plus juga offline marketing.
Jika product manager dibilang sebagai mini-CTO, mungkin PMM bisa dibilang kayak mini-CMO lah. They own the product, and have the responsibility on how this product will be released to the market and how market adopts this product.
Serial PMM Lyfe akan dilanjutkan di bagian selanjutnya.