Setelah 25 Tahun

Ketika berusia 20an, ada banyak tujuan yang patokannya adalah sebelum usiaku 25 tahun. Tapi setelah itu, lalu apa?

Ervina Lutfi
2 min readJun 4, 2021

Ketika beranjak dewasa, aku punya kepercayaan bahwa usia 25 manusia adalah momen yang cukup penting. Ada sederet checklist yang kususun dengan patokan usia tersebut, dan surprisingly ketika aku menengok kembali daftar keinginan yang pernah kurencanakan tersebut, hampir semuanya terjadi — bahkan di beberapa bagian dikasih bonus!

Mulanya, sama seperti semua orang yang berhasil melakukan sesuatu, aku pun merasa senang dan terharu. Nggak nyangka udah jalan sejauh ini. Tapi tepat saat itu juga, aku justru mulai mempertanyakan setelah ini mau apa.

Aku mulai menata lebih rapi pilihan karierku, menyusun rencana-rencana keuangan yang lebih proper, hingga memulai hidup yang baru dengan orang lain.

Ada banyak jawaban ndakik-ndakik yang mestinya bisa dikatakan, tapi kurasa jawaban yang paling tepat adalah karena memang sudah waktunya.

Setelah usia 25 tahun, aku perlu tujuan baru, dan menikah, surprisingly — dengan beberapa perhitungan yang cukup rinci, bisa membantuku untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut lebih cepat.

foto pernikahan dengan jalan-jalan rusak dan pemandangan yang tidak bagus-bagus amat sebagai penggambaran realita

Seperti ingin mencapai suatu misi, aku pun memilih partner yang ‘setara’ dan yang tidak kalah penting, memiliki tujuan serupa. Aku masih ingat bahwa pada soal ini, seorang mentorku pernah bilang kurang lebih begini.

“Dalam pernikahan pasti akan ada susah-susahnya, bahkan susah bangetnya, tapi dengan punya tujuan yang lebih besar, kalian bisa berpikir ini cuma ‘battle’ yang nggak worth it dibandingkan ‘war’ yang ada di depan sana.”

Post di Medium ini adalah tulisan yang cukup istimewa karena ada beberapa hal yang akan benar-benar berubah setelah ini. Pertama, aku akan memulai pekerjaan baru di tempat baru — yang juga jadi salah satu keinginanku selama ini. Kedua, dan tentu saja, hidupku setelah ini akan totally baru karena orang yang selama ini cuma kulihat sebentar-sebentar, sekarang dari bangun tidur dan tidur lagi ya di situ-situ aja :’)

--

--

Ervina Lutfi

“…you write because the brain is an endless wilderness, whose roughest terrain can be traveled only with a pencil.”