Setelah Tahun ke-30

Ervina Lutfi
2 min readJun 15, 2024

--

Photo by Aleksandr Ledogorov on Unsplash

Mei kemarin aku melewati tanggal lahirku yg ke-29, artinya secara perhitungan konsep waktu, umurku saat ini 30 tahun. Waktu adalah hal yang menarik, saat melewati hari selepas 29 tahun aku berada di bumi ini, artinya aku memasuki tahun yang ke-30, meski genapnya masih 364 hari lagi. Hal itu karena konsep waktu berjalan maju, tidak ada waktu yang mundur, oleh karenanya setiap yang melewati suatu titik (dalam hal ini usia dengan satuan tahun), artinya secara konsep waktu seseorang sudah memasukin tahun setelahnya.

Setelah masuk tahun ke-30, surprisingly ada banyak hal yang berubah dalam hidupku. Aku memasuki waktu di mana hal-hal yang kualami sekarang, sebagian besar adalah semua yang kucita-citakan dulu.

Wah tentu untuk hal ini, aku sangat bersyukur.

Yang kedua, memasuki tahun ke-30, secara mengejutkan aku merasa lebih ‘legowo’ dengan semua hal yang terjadi padaku sebelumnya. Sebut saja, misalnya, perihal pertemuanku dengan orang-orang. Jika sekarang misalnya aku memiliki pasangan semanis suamiku, tentu itu tidak lepas dari perjalananku mencintai orang-orang yang keliru sebelumnya –pun dengan dia.

Aku rasa, jika dihubung-hubungkan, maka sengkarut kami di masa lalu pasti saling berkaitan, dan pasti ada hikmahnya.

Setidaknya menurutku, ya.

Di usia ini tiba-tiba aku tidak ingin membenci apapun kecuali pemerintah.

Aku ingin berbicara dengan baik, menyapa dengan ramah orang-orang yang pernah ada di masa lalu. Aku ingin berhubungan baik dengan teman-teman sekolahku, teman-teman masa kecilku, mantan kekasih yang juga pernah jadi teman terbaikku, bahkan orang-orang yang aku blokir dari media sosial untuk memutus tali silaturrahmi sebelumnya.

Pada saat ini, selain membenci pemerintah, aku tidak punya energi untuk membenci orang. Tentu karena hidupku sangat luar biasa. Dan menurutku, untuk semua susah-senang yang kulalui sampai saat ini, ada andil orang-orang di masa laluku.

Aku mau berteman baik dengan mereka, berdamai dengan semua hal, menyelesaikan semua yang mungkin belum tuntas; entah bagiku atau bagi orang lain.

Intinya, aku mau semua berakhir damai dan bahagia.

Aku juga berharap semoga orang-orang merasakan hal yang sama sepertiku; berdamai dan bahagia dengan hidupnya. Semoga semua hal yang mengganjal tidak lagi menjadi jalan terjal untuk kita menikmati setiap detik yang berharga dan bahagia.

Semoga ya.

--

--

Ervina Lutfi

“…you write because the brain is an endless wilderness, whose roughest terrain can be traveled only with a pencil.”